Berkacamata hitam, Daying Adi, menekan tuts keyboard menjadi nahkoda. Sementara VJ Kekey dan VJ Embi memeriahkan suasana dengan celetukan khas mereka: "Cak Cak Cak Iwigo!".


Angka tak bisa bohong, sejak tahun 2018, Bujang Orgen Lampung (selanjutnya ditulis BOL) konsisten mengupload video remix Lampung. Kini, akun mereka telah mencapai 463 ribu subscriber, 75 juta views (per awal 2025) dengan total unggahan 886 video.


Hal ini, menarik perhatian Ipeng selaku salah satu kurator Panggung Getar di helatan Synchronize Festival 2025. "Mereka menyajikan kejutan music remix Lampung dengan nuansa yang enerjik dan akan jadi pengalaman baru buat yang belum pernah mendengar music remix Lampung sebelumnya," jelas Ipeng.




Di Lampung, kehadiran orgen tunggal didapuk sebagai tulang punggung pesta. Dari kawinan sampai khitanan, dari hajatan sampai tujuh belasan – orgen tunggal adalah mesin penggerak hiburan. Dengan modal sederhana, masyarakat dapat memperoleh hiburan yang merakyat, mudah diakses, dan memungkinkan siapa pun ikut serta.


Teknologi pelan-pelan menggeser bentuk orgen tunggal menjadi musik remix. BOL adalah salah satu penggagas yang menghadirkan racikan gambus, dangdut, musik populer, TikTok Viral, EDM, funkot, dengan gaya drop yang raw dan tempo yang lebih cepat dengan tujuan tunggal: "Enak Buat Nganar".


Meski begitu diminati, jenis musik remix disebut kerap memancing aksi kriminalitas. Tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Mesuji, Lampung sempat melarang hiburan orgen tunggal yang memutar musik remix. Fenomena ini sejajar dengan banyak ekspresi budaya rakyat Asia Tenggara. Di Filipina ada Budots, musik EDM kampung yang lahir dari Davao, sering dicibir sebagai musik “slum”, tapi akhirnya jadi soundtrack kampanye politik. Di Korea ada ppong-tchak, musik trot lokal yang dulu dianggap kuno, kini jadi kebanggaan nasional. Di Hong Kong dan Malaysia ada manyao, remix karaoke jalanan yang kini jadi arus utama di kalangan muda.


Kehadiran BOL, menjadi antitesis dari ketakutan pemerintah. Tak hanya lihai berpesta, BOL membangun ekosistem ekonomi. Mereka memiliki grup WhatsApp khusus penonton, ada Shopee store untuk merchandise. Mereka tahu, penonton tidak hanya mau nonton, tapi juga ingin jadi bagian komunitas. Kaos, stiker, bahkan akses obrolan di grup menjadi bentuk partisipasi ekonomi sekaligus sosial.


Sponsorship pun masuk. Salah satunya HS (merk rokok) yang menempel di branding mereka. BOL juga kerap meramaikan UMKM lokal lewat postingan di akun Instagram mereka. Tak melulu soal uang, BOL, telah berhasil menembus batas geografis. Membangun kedekatan emosional lewat media dan arsip audiovisual meski terpisah jarak. Semua hadir dalam live chat, dari Sutan Penimbang, Tangerang, Pujakusuma, Candipuro, Lambar Liwa, Bekasi, Waykanan, pula diaspora di beragam negeri dan seluruh penjuru Indonesia. 




Meski lahir dari pinggiran, BOL seakan menegaskan bahwa hiburan rakyat bukan sekadar "musik kampungan" dengan stigma ribut, alkohol, dan erotisme – melainkan survival, dimana kolektivitas memungkinkan kita melarikan diri dari realitas hidup yang penuh tekanan.


Dari pesta di bawah tenda kawinan, di dalam studio berperedam, BOL, siap menyajikan pesta rakyat di mana semua orang bisa merasa setara, bebas dari hierarki di Panggung Getar di Synchronize Festival 2025 awal Oktober besok. "Buat gue, Bujang Orgen Lampung adalah simbol anak muda Lampung yang kreatif, enerjik, dan penghibur masyarakat lewat music orgen tunggal. Mereka siap jadi penanda kebahagiaan dalam perhelatan Panggung Getar nanti," ungkap Ipeng. Cak Cak Cak Iwigo!