Ada yang baru nih
Roblox: Dari Cyber Moshpit hingga Kamisan Virtual, Resiliensi Dunia Digital
Oleh : Editorial
Dari gigs Moshcoreblox bareng Grrrl Gang & Dongker, sampai Aksi Kamisan 31 Juli lalu ditemani lagu-lagu Hindia. Platform ini jadi ruang alternatif bagi resiliensi digital.
Di tengah hingar-bingar konser fisik yang semakin mahal, Moshcorblox menghadirkan gigs hardcore dalam dunia virtual Roblox. Grrrl Gang, Clever Clowns, Beijing Connection, NV-RD, Bajaringan Punk, Dongker, dan Dazzle – beberapa nama yang sudah pernah mencicipi konser dengan avatar pixelated.
Kisah Moshcorblox sendiri lahir dari kegilaan kecil: sekelompok gamer hardcore yang suka muterin lagu bareng di Roblox. Dari iseng jadi komunitas, dari komunitas jadi panggung alternatif buat band.
Dalam dunia buatan map "Moshkopi 1990", konser tak lagi membutuhkan ruang fisik yang tentu saja jauh dari regulasi dan bebas dari izin keramaian maupun ancaman polisi. Di mata komunitas seperti Moshcorblox, tempat itu bukan sekadar panggung, tapi cyber moshpit yang membebaskan: lintas kota, negara, bahkan dimensi.
Lebih jauh dari sekadar konser, Roblox menjelma jadi ruang alternatif untuk perlawanan. Pada Aksi Kamisan, 31 Juli lalu, puluhan avatar berdiri diam, ditemani lagu Hindia sebagai bentuk solidaritas dan peringatan terhadap pelanggaran HAM, mengadopsi format Kamisan yang dimulai pada 18 Januari 2007 sebagai aksi di depan Istana Negara.
Budaya partisipatoris menyoroti bahwa teknologi dan budaya digital bukan hanya wadah konsumsi, tapi ruang di mana generasi muda dapat membentuk narasi politik mereka sendiri. Dalam konteks ini, Roblox – yang memiliki lebih dari 90 juta pengguna aktif harian global, dengan 60 % di bawah 16 tahun, dan lebih dari 7 juta pengguna bulanan di Indonesia – menyediakan infrastruktur yang memungkinkan generasi Z dan Alpha membayangkan ulang bentuk perlawanan sosial dan politik dalam bentuk visual interaktif digital.
Di luar skena musik dan aksi sosial, Roblox juga jadi laboratorium budaya pop Gen Z dan Alpha. Belajar coding, membuat game, menjual item digital bahkan mencari penghidupan. Di sana, Roblox menjadi ekosistem yang berkelindan: eskapisme, edukasi, kreativitas, kapitalisme, bahkan resiliensi atas masa depan yang buram.
Meski begitu, bukan berarti Roblox menjadi cerminan utopis – di sana hadir pula risiko: tekanan sosial, FOMO, bahkan predator online. Tetap, Roblox berhasil membuktikan satu hal penting: bahwa komunitas tak lagi milik dunia nyata dan suara sekecil apapun bisa tetap terdengar.
